Selasa, 15 Januari 2013

AMdal dan Lingkungan



AMDAL & LINGKUNGAN
25 Juli 2011

Pemahaman tentang :

1. AMDAL merupakan instrumen lingkungan hidup yang sangat dinamis dan adaptif di Indonesia. Dalam kurun waktu 25 tahun, sistem AMDAL dengan berbagai infrastruktur pendukungnya telah mengalami perubahan dari masa ke masa. Selama 25 tahun pelaksanaan AMDAL di Indonesia, banyak kemajuan dan prestasi yang sudah berhasil diraih dan tidak sedikit permasalahan-permasalahan yang masih mengemuka dan menjadi sorotan. Pengalaman berharga selama 25 tahun merupakan modal dan momentum yang sangat penting untuk memperbaiki dan mengembangan sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa, sehingga Indonesia di masa depan menjadi lebih baik.

2. MENLH memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para perintis sistem AMDAL Indonesia dan kepada semua pihak yang telah mencurahkan pikiran, energi, tenaga dan pendanaan untuk mengembangan sistem AMDAL Indonesia dengan berbagai infrastruktur pendukungnya mulai dari aspek kebijakan, teknis-saintifik, sampai dengan kapasitas SDM dan kelembagaan serta etika selama 25 tahun ini sehingga menjadi sistem yang mapan seperti saat ini.

3. Kebijakan dan pelaksanaan sertifikasi dan registrasi kompetensi penyusun AMDAL menimbulkan ekses akibat ketidakseimbangan supply and demand. Perlu ada kebijakan dan program jangka pendek dan menengah untuk melakukan percepatan atau akselerasi sistem sertifikasi dan registrasi kompetensi agar keseimbangan dapat diciptakan dan ekses dapat diminimalisasi disamping itu evaluasi terhadap pelaksanaan standarisasi sistem AMDAL yang antara lain mencakup lisensi, sertifikasi dan registrasi yang telah berjalan selama ini perlu dilakukan secara periodik/berkala, sehingga sistem standarisasi tersebut dapat terus diperbaiki dan disempurnakan.

4. DELH dan DPLH merupakan kebijakan “pemutihan terakhir” seperti ditegaskan dalam pasal 121 UU 32 Tahun 2009 dan diatur dalam Peraturan MENLH No. 14 Tahun 2010. Masa ‘pemutihan’ ini akan berakhir pengesahannya (DPLH dan DELH) pada tanggal 3 Oktober 2011 dan tidak dapat diperpanjang lagi. Karena kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi syarat dapat segera memanfaatkan kebijakan ini dengan sebaik-baiknya. Mengingat waktu yang tersisa sangat terbatas maka diperlukan pembinaan yang intensif kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib DELH atau DPLH untuk dapat memenuhi tengat waktu ini. Di samping itu perlu dukungan dari instansi lingkungan pusat, provinsi, atau kabupaten/kota untuk mendukung penuh dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempercepat proses penilaian, pemeriksaan dan persetujuan rekomendasi DELH atau DPLH. Kementerian Lingkungan Hidup diminta untuk mengambil kebijakan agar pelaksanaan penetapan DELH (persyaratan penyusun DELH) dapat mendukung percepatan penyusunan DELH. PSL/PPLH dapat dilibatkan dalam melakukan pembinaan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib menyusun DELH atau DPLH.

5. Penyusun AMDAL sesuai dengan ketentuan pasal 27 UU 32 Tahun 2009 pada dasarnya dapat dilakukan oleh pemrakarsa dengan meminta bantuan pihak lain, yaitu penyusun AMDAL perorangan yang tersertifikasi yang menjadi bagian dari pemrakarsa itu sendiri dan penyusun AMDAL yang tergabung dalam LPJP yang teregistrasi.

6. Pelaksanaan AMDAL ke depan diarahkan lebih sederhana (streamline), bermutu dan efektif. Pengembangan berbagai kebijakan dan infrastruktur sistem AMDAL kedepan harus dapat menciptakan proses AMDAL yang lebih sederhana, transparan, cepat, dan rasional, serta menghilangkan kendala-kendala birokrasi dan formalitas yang tidak perlu, tanpa mengurangi makna AMDAL sebagai kajian ilmiah. Karena itu proses penilaian amdal harus dapat memenuhi kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.

7. PP AMDAL yang baru menuntut profesionalisme dan akuntabilitas serta integritas semua pihak terkait dengan pelaksanaan sistem AMDAL: pemrakarsa, penyusun AMDAL, penilai AMDAL dan pengambil keputusan serta masyarakat.

8. Peningkatan kapasitas, pengawasan dan penegakan hukum sebagai tindak lanjut standarisasi melalui lisensi, sertifikasi dan registrasi harus ditingkatkan untuk mencegah deviasi, penyimpangan dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan sistem AMDAL. Upaya tersebut memerlukan dukungan semua pihak, termasuk Kepala Daerah dan DPRD. Dukungan semua pihak tersebut merupakan kunci sukses bagi sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

9. Perumusan hubungan AMDAL dan instrumen lingkungan hidup lainnya juga sangat penting. Efektifitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu didukung oleh pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup lainnya.

10. Sehubungan dengan akan segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang AMDAL sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah tentang Izin Lingkungan, maka diharapkan Kementerian Lingkungan Hidup dapat segera menerbitkan peraturan-peraturan pelaksanaannya agar Peraturan Pemerintah yang baru tersebut dapat efektif dilaksanakan.
·         Peraturan-peraturan yang perlu disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah yang baru antara lain:Pedoman penyusunan dan penilaian AMDAL;
·         Pengaturan tentang sertifikasi dan registrasi penyusunan AMDAL;
·         Pengaturan tentang lembaga pelatihan kompetensi beserta kurikulum diklat penilaian dan penyusunan AMDAL.

11. Kementerian Lingkungan Hidup akan meningkatkan kegiatan peningkatan kapasitas daerah dalam penilaian AMDAL untuk memenuhi persyaratan lisensi, khususnya melalui kegiatan diklat AMDAL.
LAMPUNG (Pos Kota) – Kasat Lantas Polresta Bandar Lampung Kompol Abdul Waras menyatakan hingga saat ini pihaknya belum pernah menerima satu pun pengajuan analisis dampak lingkungan lalu lintas (amdal lantas) terkait pembangunan infrastruktur publik di kota Tapis Berseri itu.
“Kajian amdal lantas pada pembangunan infrastruktur publik perlu dilakukan karena pembangunan tersebut akan berpotensi menimbulkan gangguan kemacetan lalu lintas,” kata Waras Jum’at ( 16/3)
Mekipun amdal lantas cukup penting, sejak dirinya menjabat sebagai Kasat Lantas Polresta Bandar Lampung belum pernah ada pihak pengembang infrastruktur publik yang mengajukan. Padahal banyak bangunan yang tetap dibangun di Jalan protokol di Bandar Lampung tanpa mengajukan hal itu.
Melalui amdal lantas pada sebuah bangunan publik maka akan bisa dilakukan langkah untuk meminimalisir dan mengurai kemacetan yang mungkin terjadi. Kajian amdal lantas merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan ijin mendirikan bangunan (IMB). “Karena yang merasakan dampaknya nanti adalah generasi dibawah kita, oleh karenanya amdal lantas cukup penting,” lanjut Waras.
Saat ditanyakan apakah pembangunan pusat perbelanjaan dan Rumah Sakit Pendidikan Unila yang berhadapan di bilangan Rajabasa telah mengajukan kajian amdal lantas, Waras kembali menegaskan belum ada satu pun pihak termasuk kedua pengembangan bangunan tersebut yang mengajukannya.
Pasal 99 Undang-Undang nomor tahun 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan jalan maka setiap pembangunan pusat kegiatan pemukinan dan ifrastruktur yang berpotensi menimbulkan gangguan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan dampak lingkungan. (Koesma/dms)

AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
“…kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dibuat pada tahap perencanaan…”
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.
Apa guna AMDAL?
  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
“…memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif”
“…digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan”
Bagaimana prosedur AMDAL?
Prosedur AMDAL terdiri dari :
  • Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
  • Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
  • Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
  • Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).
Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Siapa yang harus menyusun AMDAL?
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.
Siapa saja pihak yang terlibat dalam proses AMDAL?
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.
Apa yang dimaksud dengan UKL dan UPL ?
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan.
Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
  • Identitas pemrakarsa
  • Rencana Usaha dan/atau kegiatan
  • Dampak Lingkungan yang akan terjadi
  • Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Tanda tangan dan cap
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
  • Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas negara
Apa kaitan AMDAL dengan dokumen/kajian lingkungan lainnya ?
AMDAL-UKL/UPL
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL.
Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.


ANDAL, AMDAL dan Daya Dukung Lingkungan


Riau sebagai propinsi yang sedang berkembang dan sedang pesat-pesatnya membenahi diri, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan pembangunan di segala bidang termasuk prasarana dan industri, seringkali masalah menjaga kelestarian lingkungan belum cukup mendapat perhatian. Salah satu contoh ialah, misalnya; kurangnya perhatian terhadap pencemaran air sungai Siak yang sudah sampai pada taraf yang sangat mengkuatirkan. Data dari Bappedal Wilayah I tahun 1998/1999 saja tercatat bahwa jumlah sampah disepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak mencapai 525 ton per hari. Terdiri dari sampah organik (70%), plastik (20%), logam (5%) dan kaca (5%).
Hasil penelitian Tim Rona Lingkungan Hidup Unri menyebutkan bahwa luas DAS Siak secara keseluruhan mencapai lebih kurang 16.608,895 Km2, dengan panjang alur sungai terdalam di Indonesia ini mencapai 300 Km dan kedalaman 5 hingga 15 meter, kondisi air sungai Siak terus dibabani berbagai limbah yang mengakibatkan beberapa hal. Diantara lain hilangnya daerah resapan akibat penebangan hutan, hilangnya vegetasi di sepanjang DAS Siak, Abrasi bibir sungai, tingginya sedimentasi, pendangkalan dan penurunan kualitas air secara fisika kimia dan biologi. (riau pos, 22-11-2003)
DAS Siak yang meliputi Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru dan sebahagian Kabupaten Bengkalis. Pada tahun 1970 an, mutu air sungai Siak masih bersih, jernih dan banyak jenis ikan maupun udangnya, bahkan tanpa memasang umpan pada pancing sekalipun kita bisa mendapatkan “ikan juaro” .Saya masih ingat rumah saya yang terletak dipinggir sungai Siak di Siak Sri Indrapura, kami mandi dengan air sungai yang bersih dan jernih, bahkan air minumpun berasal dari sungai ini. Tetapi kualitas airnya sekaramg tidaklah seperti saat itu, penurunan kualitas dapat dilihat dari peningkatan industri yang menyebabkan kekeruhan air, senyawa toksik, logam berat serta naiknya BOD, COD dan turunnya DO (oksigen dalam air). Beban itu mengalir dari limbah industri dan pabrik, limbah rumah makan dan restoran, limbah rumah tinggal, sampah organik, plastik, logam dan kaca.
Kelestarian lingkungan dalam hal ini adalah yang bersifat dinamis dimana lingkungan tetap mampu mendukung taraf hidup yang lebih tinggi, berarti dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan masih dapat diserap dengan baik oleh daya dukung lingkungan di sekitarnya. Dampak adalah segala perubahan lingkungan yang disebabkan oleh suatu kegitan , bisa jadi pembangunan proyek dan beroperasinya unit hasil proyek. Kegitan ini akan membawa perubahan yang positif maupun negatif terhadap lingkungan. Oleh sebab itu, maka harus didasarkan pada wawasan lingkungan dengan memperbesar dampak positif dan memperkecil dampak negatif.
Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan
Menyadari akan besarnya dampak kegiatan pembangunan yang dapat berpengaruh terhadap lengkungan hidup, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang no. 4 tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan, sedangkan pelaksanaannya dituangkan dalam PP no. 29 Tahun 1986. Undang-undang beserta peraturan pelaksanaan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pencegahan terhadap suatu rencana kegiatan, misalnya proyek yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Dalam undang-undang tersebut pengelola lingkungan hidup diwajibkan berpegang pada asas pelestarian lingkungan yang serasi dan seimbang bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Dengan demikian, diharapkan dapat menjamin pembangunan yang berkesinambungan dengan tidak menurunkan potensi sumber daya yang dapat diperbarui.
ANDAL & AMDAL
Dalam hal ini, perlu diperhatikan perbedaan antara Anlisis Dampak Linkungan (ANDAL) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Yang dimaksud dengan AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan dan diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup. Analisis ini meliputi keseluruhan pembuatan 5 dokumen penting yang terdiri dari PIL (penyajian informasi lingkungan), KA (kerangka acuan), ANDAL, RPL (rencana pemantauan lingkungan), dan RKL (rencana pengelolaan lingkungan)
Adapun ANDAL adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan. Arti dampak penting disini adalah perubahan lingkungan yang amat mendasar yang diakibatkan oleh kegiatan. Pengertian diatas yang perlu digarisbawahi adalah tidak semua rencana kegiatan harus dilengkapi dengan ANDAL, tetapi hanya kegiatan yang dianggap akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Pengelola proyek, seperti Pinpro perlu mengetahui porsedur atau tata cara dan perundangan yang mengatur kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan, khususnya AMDAL. Kemudian Pinpro bertindak mewakili pemrakarsa proyek membantu semua pihak yang berurusan dengan pengkajian dampak lingkungan demi lancarnya mempersiapkan AMDAL dengan mengsuplai data dan informasi lainnya.
Membuat ANDAL
Usulan proyek datang dari pemrakarsa, yaitu orang atau badan yang mengajukan dan bertnggung jawab atau suatu rencana kegiatan yang dilaksanakan. Usulan poryek kemudian mengalami penyaringan yang bertujuan menentukan perlu tidaknya dilengkapi ANDAL. Penyaringan dilakukan dengan “Penyajian Informasi Lingkungan” – PIL.
Dalam pada itu, bila pemrakarsa sejak awal berpendapat bahwa usulan proyeknya akan memiliki dampak penting, maka pemrakarsa bersama instansi yang bertanggung-jawab dapat langsung membuat ANDAL dengan terlebih dahulu menyiapkan kerangka acuan. Jadi, dalam hal ini tidak diperlukan PIL. Pada PP no.51 tahun 1993 ketentuan mengenai PIL tersebut ditiadakan. Bila instansi yang bersangkutan memutuskan perlu membuat ANDAL, maka pemrakarsa bersama instansi tersebut menyusun kerangka acuan TOR sesuai dengan pdoman yang ditetapkan bagi analisis dampak lingkungan.
Pemrakarsa membuat ANDAL sesuai pedoman yang ditetapkan, kemudian diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab untuk dikaji dan mendapatkan keputusan. Terdapat 3 kemungkinan hasil penilainan. Pertama, ANDAL disetujui, kemudian pemrakarsa melanjutkan membuat RKL dan RPL. Kedua, ditolak karena dianggap kurang lengkap atau kurang sempurna. Untuk ini diperlukan perbaikan dan diajukan kembali. Ketiga, ANDAL ditolak karena diperkirakan dampak negatif yang tidak ditanggulangi oleh ilmu dan teknologi, yang telah ada lebih besar dibandingkan dampak positifnya. Untuk butir ketiga , pemrakarsa diberi kesempatan mengajukan keberatan kepada instansi yang berwenang.
Dampak Penting
Telah disebutkan di atas bahwa hanya usulan poryek yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan saja yang diwajibkan membuat ANDAL. Dalam hubungan ini, indikasi dampak penting suatu kegiatan terhadap lingkungan hidup ditandai oleh hal-hal sebagai berikut; Jumlah manusia yang akan terkena dampak, Luas wilayah penyebaran dampak, Lamanya dampak berlangsung, Intensitas dampak, Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena, Sifat kumulatif dampak, dan Berbalik atau tidaknya dampak.
Lebih lanjut, berdasarkan pengalaman dan tingkat perkembangan ilmu serta teknologi diidentifikasi 8 kategori kegiatan yang potensial dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, yaitu; Pertama, pengubahan bentuk lahan dan bentang alam. Kedua, ekploitasi sumber daya alam baik yang terbarui maupun yang tidak terbarui. Ketiga, proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan dan kemerosotan pemanfaat sumber daya alam. Keempat, proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya. Kelima, Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan /atau perlindungan cagar budaya. Keenam, introduksi jenis tumbuhan; jenis hewan, jasad renik. Ketujuh, pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati dan. Kedelapan, penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar mempengaruhi lingkungan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar